Bahanyang harus disiapkan, yaitu: Pertama, dedak bekatul sebanyak 0,88 kg. Kedua, tepung kedelai sebanyak 1 kg. Ketiga, tepung tulang sebanyak 0,88 kg. Tepung tulang ini berasal dari tulang ayam yang sudah dihaluskan. Keempat, tepung ikan sebanyak 1 kg. Kelima, azolla sebanyak 0,88 kg. Keenam, telur kampung 3 biji.
Tulang ikan merupakan limbah yang apabila tidak ditangani akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Salah satu yang dapat diupayakan adalah mengolah tulang ikan menjadi lem ikan merupakan hasil ekstraksi kolagen dengan menggunakan pelarut yang bersifat asam. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kualitas lem ikan dengan bahan baku tulang ikan beberapa spesies. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang ikan pari, tulang ikan kakap merah, dan tulang ikan lele yang masing-masing didapatkan di UD Misri Bersaudara Demak, Pasar Gang Baru Pecinan Semarang, dan Kampung Lele Boyolali. Metode penelitian yang digunakan bersifat eksperimental laboratoris dengan rancangan percobaan Rancangan Acak Lengkap RAL. Perlakuan yang diterapkan adalah perbedaan bahan baku tulang ikan antara lain ikan pari, ikan kakap merah dan ikan lele dengan masing-masing tiga kali pengulangan. Parameter yang diamati adalah keteguhan rekat, kerusakan permukaan kayu, viskositas, pH dan kadar air. Data dianalisis menggunakan analisa ragam ANOVA. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, data diuji dengan uji Beda Nyata Jujur BNJ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahan baku tulang ikan yang berbeda berpengaruh nyata P Ftabel pada taraf uji 0,05 p > 0,05 makan ada perbedaan nyata makan dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata Jujur BNJ dengan nilai koefisien keragamannya < 0,05. Uji lanjut Beda Nyata Jujur digunakan untuk mengetahui perlakuan mana yang paling berpengaruh pada suatu percobaan Hanafiah, 2005. 3. HASIL & PEMBAHASAN Keteguhan Rekat Nilai keteguhan rekat tertinggi didapatkan pada lem ikan kakap K yaitu sebesar 13,45 N/mm2, sedangkan nilai keteguhan rekat terendah didapatkan oleh lem ikan lele L yaitu sebesar 4,1 N/mm2. Ketiga jenis lem ikan tersebut semuanya memenuhi standar SNI PVAc sebagai pembanding standar. Menurut Badan Standarisasi Nasional 1999 SNI 06-6049-1999, perekat polivinil asetat emulsi untuk pengerjaan kayu disyaratkan memiliki keteguhan rekat minimal 3 N/mm2. Nilai keteguhan rekat pada lem ikan dipengaruhi oleh kandungan kolagen yang terdapat pada bahan baku lem tersebut. Menurut Darmanto et al., 2014 kandungan protein kolagen pada tulang ikan pari sebesar 28,52%, kandungan protein kolagen pada tulang ikan kakap merah sebesar 24,50%, dan kandungan protein kolagen pada tulang ikan lele sebesar 25,59%. Nilai pengujian keteguhan rekat pada penelitian ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian lain, memiliki nilai yang lebih tinggi. Berdasarkan penelitian Rohmah et al., 2015, yang melakukan penelitian pembuatan lem ikan dengan bahan baku tulang ikan bandeng, nila, dan manyung, didapatkan hasil nilai keteguhan rekat lebih rendah dibandingkan dengan lem ikan pari, kakap merah maupun lele. Adapun hasil nilai keteguhan rekat antara lain, lem ikan bandeng sebesar 1,48 N/mm2; lem ikan nila sebesar 5,25 N/mm2; dan lem ikan manyung sebesar 6,61 N/mm2. Kerusakan Permukaan Kayu Nilai kerusakan permukaan kayu antara lem ikan pari P, lem ikan kakap K, dan lem ikan lele L, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian perlakuan perbedaan jenis tulang ikan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kerusakan permukaan kayu. Menurut Nugroho et al., 2015 pemberian perlakuan perbedaan jenis tulang ikan memberikan pengaruh perbedaan yang nyata terhadap nilai kerusakan permukaan kayu. Penggunaan bahan baku tulang ikan kuniran berbeda nyata dengan bahan baku tulang ikan kurisi. Penggunaan bahan baku tulang ikan kurisi tulang dan ikan swangi juga berbeda nyata terhadap tingkat kerusakan kayu. Ketiga bahan baku masing-masing tulang ikan kuniran, kurisi, dan swangi memiliki perbedaan nyata terhadap nilai kerusakan kayu. Nilai kerusakan permukaan kayu tertinggi didapatkan pada lem ikan kakap K yaitu sebesar 72,29 %, sedangkan nilai keteguhan rekat terendah didapatkan oleh lem ikan lele L yaitu sebesar 6,12 %. Uji kerusakan permukaan kayu merupakan parameter penting kedua setelah keteguhan rekat. Nilai kerusakan permukaan kayu selalu berbanding lurus dengan nilai keteguhan rekat. Semakin tinggi nilai keteguhan rekat pada perekat / lem, semakin tinggi pula nilai kerusakan yang di dapat pada permukaan kayu yang direkatkan tersebut. Menurut Xiao et al., 2007, dari hasil uji geser, selain keteguhan rekat, persentase kerusakan pada permukaan kayu juga dihitung. Prinsip dalam pengukuran persentase kerusakan permukaan kayu adalah perekat yang merekat pada permukaan kayu diasumsikan lebih kuat daripada substrat kayu tersebut. Oleh karena itu, pengukuran kerusakan permukaan kayu setelah uji geser merupakan indikator yang mendukung keteguhan rekat. Kerusakan permukaan kayu biasanya merupakan indikasi dari keteguhan rekat dari perekat yang digunakan, dengan persentase kerusakan permukaan kayu yang tinggi, menunjukkan bahwa keteguhan rekat dari perekat lebih kuat daripada kayu itu sendiri. Pengujian kerekatan perekat untuk mengetahui efektifitas perekat terhadap bahan yang direkatkan. Persentase kerusakan kayu salah satu kriteria penilaian lem. Nilai kerusakan kayu dipengaruhi oleh nilai keteguhan rekat. Persentase kerusakan kayu yang tinggi disebabkan oleh tingginya nilai keteguhan rekat sehingga menghasilkan kualitas perekatan yang tinggi dan sebaliknya apabila nilai keteguhan rekat rendah maka nilai kerusakan permukaan kayu rendah. 59 Jurnal Ilmiah Teknosains, Vol. 4 No. 1 Mei 2018 Aji, dkk. p-ISSN 2460-9986 e-ISSN 2476-9436 Menurut Saleh et al., 1995, persentase kerusakan kayu merupakan salah satu kriteria penilaian mutu perekat dan perekatan. Persentase kerusakan kayu yang tinggi disebabkan karena tingginya keteguhan rekat lem sehingga menghasilkan kualitas perekatan yang tinggi. Semakin tinggi persentase kerusakan kayu maka semakin baik kualitas lem ikan karena berarti mempunyai kekuatan rekat yang 1. Data Perbedaan Kualitas Lem Ikan Dari Tiga Jenis Tulang Ikan Yang Berbeda Keterangan - Data merupakan rata-rata dari tiga kali ulangan ± Standar Deviasi - Data yang diikuti tanda huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama, menunjukkan adanya perbedaan yang nyata P < 0,05 Viskositas Nilai viskositas antara lem ikan pari P, lem ikan kakap K, dan lem ikan lele L, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian perlakuan perbedaan jenis tulang ikan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai viskositas. Nilai viskositas tertinggi didapatkan pada lem lele L yaitu sebesar 4,02 poise, sedangkan nilai viskositas terendah didapatkan oleh ikan kakap K yaitu sebesar 3,87 poise. Nilai viskositas masing-masing bahan baku berbeda-beda karena pengaruh dari jenis tulang dan habitat dari ketiga jenis ikan tersebut. Ketiga jenis lem ikan tersebut telah memenuhi standar SNI PVAc sebagai pembanding standar. Menurut Badan Standardisasi Nasional 1999 SNI 066049-1999, perekat polivinil asetat emulsi untuk pengerjaan kayu disyaratkan memiliki derajat kekentalan minimal 1,0 poise. Viskositas berbanding terbalik dengan keteguhan rekat. Semakin rendah viskositas, maka semakin cepat perekat merembes ke dalam sel kayu, sehingga keteguhan rekat semakin kuat. Selain itu, viskositas juga berpengaruh terhadap pH perekat. Kondisi pH yang mendekati normal akan membuat perekat semakin kental. Menurut Sulistyanto et al., 2015 nilai viskositas pada lem ikan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas lem karena nilai viskositas mempengaruhi nilai keteguhan rekat. Semakin rendah nilai viskositas, maka nilai keteguhan rekat semakin tinggi. Rendahnya viskositas akan memudahkan proses penyebaran bidang perekatan sehingga menghasilkan perekatan yang baik. Pengujian dilakukan untuk mengetahui nilai viskositas lem setelah proses pengentalan, karena pengentalan berpengaruh terhadap proses perekatan, semakin rendah nilai viskositas maka proses penyebaran lem menjadi cepat sehingga proses perekatan menjadi cepat. Lem yang baik adalah lem yang memiliki bentuk yang tidak terlalu kental, namun juga tidak terlalu encer. Lem yang viskositasnya rendah, akan meningkatkan kualitas perekatan kayu yang dihasilkan. Menurut Widiyanto 2011, semakin kecil viskositas perekat maka semakin besar kemampuan perekat untuk mengalir, berpindah dan mengadakan penetrasi serta pembasahan. Hal ini akan semakin meningkatkan kualitas perekatan yang dihasilkan. Tetapi jika viskositas perekat terlalu rendah encer akan menyebabkan rendahnya nilai keteguhan rekat. Untuk itu kekentalan harus diatur agar jangan sampai terlalu kental atau pun terlalu encer. Kadar Air Nilai kadar air antara lem ikan pari P, lem ikan kakap K, dan lem ikan lele L, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian perlakuan perbedaan jenis tulang ikan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kadar air. Nilai kadar air tertinggi didapatkan pada lem ikan lele L yaitu sebesar 65,51%, sedangkan nilai kadar air terendah didapatkan oleh lem ikan pari P yaitu sebesar 49,03%. Nilai kadar air berbanding terbalik dengan nilai viskositas dan kecepatan perekat masuk ke dalam bahan yang direkatkan. Menurut Pearson et al., 2003, kadar air mempunyai korelasi positif terhadap parameter perekatan, yaitu viskositas. Hal ini berarti bahwa dengan semakin rendahnya viskositas, kadar air juga akan semakin tinggi, sehingga perekat akan semakin cepat meresap kedalam bahan yang direkatkan. Nilai kadar air lem ikan yang diperoleh berkisar antara 49,03%.– 65,51%. Lem ikan yang baik memiliki kadar air dibawah 55%, sehingga berbentuk cair. 60 Jurnal Ilmiah Teknosains, Vol. 4 No. 1 Mei 2018 Aji, dkk. p-ISSN 2460-9986 e-ISSN 2476-9436 Berdasarkan nilai kadar air tersebut, hanya lem ikan lele L yang belum memenuhi standar yang baik. Swastawati et al 2007 menyatakan bahwa lem ikan berbentuk cair pada temperatur ruangan dan memiliki nilai kadar air 45 – 55%. Lem ikan yang kering dapat dilarutkan dalam air. Pada pendinginan sampai 40°F 4,44°C lem ikan cair berubah menjadi gel. Perubahan ini bersifat reversibel, karena lem ikan kembali menjadi cairan tanpa terjadi perubahan sifat ketika dipanaskan sampai temperatur ruangan. Nilai pengujian kadar air pada penelitian ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian lain, memiliki nilai yang hampir sama. Berdasarkan penelitian Rohmah 2015, yang melakukan penelitian pembuatan lem ikan dengan bahan baku tulang ikan bandeng, nila dan manyung didapatkan hasil nilai kadar air antara lain, lem ikan bandeng sebesar 41,87%; lem ikan nila sebesar 49,13%; lem ikan manyung sebesar 54,84%.. Derajat Keasaman pH Nilai derajat keasaman pH antara lem ikan pari P, lem ikan kakap K, dan lem ikan lele L, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian perlakuan perbedaan jenis tulang ikan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai derajat keasaman pH. Nilai derajat keasaman pH tertinggi didapatkan pada lem ikan pari P yaitu sebesar 5,65, sedangkan nilai derajat keasaman pH terendah didapatkan oleh lem ikan kakap K yaitu sebesar 5,08. Ketiga jenis lem ikan tersebut telah memenuhi standar SNI PVAc sebagai pembanding standar. Menurut Badan Standardisasi Nasional 1999 SNI 06-6049-1999, perekat polivinil asetat emulsi untuk pengerjaan kayu disyaratkan memiliki derajat keasaman pH sebesar 3-8. Nilai pH berpengaruh terhadap kestabilan derajat kekentalan perekat karena perekat ikan yang dibuat ini merupakan hasil ekstraksi kolagen dari tiga jenis ikan yang mengandung beberapa asam amino. Menurut Winarno 2004, asam amino dalam kondisi netral berada dalam bentuk ion dipolar. Pada asam amino dipolar, gugus asam amino mendapat tambahan sebuah proton dan gugus karboksil terdiosisasi. Derajat ionisasi dari asam amino sangat dipengaruhi oleh pH. Pada pH netral dapat terjadi pengendapan, sehingga derajat kekentalannya akan semakin meningkat. Sedangkan pada pH rendah misalnya pH 1 gugus karboksilnya tidak terdisosiasi dan gugus aminonya menjadi ion. Tetapi pada pH yang tinggi misalnya pH 11 gugus karboksilnya terdisosiasi, sedang gugus aminonya tidak. Nilai derajat keasaman pH dari lem ikan yang dihasilkan akan berhubungan dengan bahan pengekstrak dari lem yaitu larutan asam asetat CH3COOH. Menurut Nugroho et al., 2015 pengujian pH dilakukan untuk mengetahui kestabilan lem yang hubungannya dengan daya simpan lem ikan. Nilai pH yang berkisar antara 4 – 5 mempunyai tingkat kestabilan tinggi. Jika tingkat kestabilan tinggi maka daya simpan lem akan lebih lama. Nilai pengujian derajat keasaman pH pada penelitian ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian lain, memiliki nilai yang sedikit berbeda. Berdasarkan penelitian Rohmah et al., 2015, yang melakukan penelitian pembuatan lem ikan dengan bahan baku tulang ikan bandeng, nila dan manyung didapatkan hasil nilai derajat keasaman pH yang sedikit berbeda dengan lem ikan pari, kakap, maupun lele. Adapun hasil nilai derajat keasaman pH antara lain, lem ikan bandeng sebesar 4,4; lem ikan nila sebesar 4,5; dan lem ikan manyung sebesar 4,6 4. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian perbandingan kualitas lem ikan dari tiga jenis ikan yang berbeda adalah sebagai berikut 1. Perlakuan jenis bahan baku mempengaruhi kualitas lem ikan. Bahan baku tulang ikan pari Dasyatis sp., ikan kakap merah Lutjanus sp., dan ikan lele Clarias batrachus memberikan pengaruh berbeda nyata setelah dilakukan uji analisa keragaman ANOVA dan uji beda nyata jujur BNJ dengan nilai p < 0,05 terhadap nilai keteguhan rekat, kerusakan permukaan kayu, viskositas, kadar air, dan derajat keasaman pH lem ikan yang dihasilkan. 2. Lem ikan dengan bahan baku tulang ikan kakap merah Lutjanus sp. merupakan produk yang terbaik.. DAFTAR PUSTAKA Badan Standardisasi Nasional. 1999. Standar Nasional Indonesia Tentang Polivinil Asetat Emulsi untuk Perekat Pengerjaan Kayu. SNI 06-60491999, Jakarta. Beatricx, and Fadilla, 2011. Pengaruh Ph Dan Kecepatan Pengadukan Pada Ekstraksi Protein Dari Tulang Ayam Dengan Solvent Larutan NaOH. Technical Report. Universitas Diponegoro. Semarang. Darmanto, Y. S., Tri W. A., Fronthea, S., and Al Bulushi I. 2013. The Effect of Fish Bone Collagens in Improving Food Quality. International Food Research Journal., 21 3 891-896. Hanafiah, K, A. 2005. Rancangan Percobaan. PT Raja Grafindo Persaja, Jakarta. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Data Produksi Perikanan Indonesia. Mei 2014. 61 Jurnal Ilmiah Teknosains, Vol. 4 No. 1 Mei 2018 Aji, dkk. p-ISSN 2460-9986 e-ISSN 2476-9436 Nugroho, Y. S. Darmanto, dan U. Amalia. 2015. Perbandingan Kualitas Lem Berbahan Baku Tulang Ikan dari Tiga Jenis Ikan laut Yang Berbeda. Jurnal Saintek Perikanan, 11172-77. Pearson, C. L., A. Pizzi, and K. L. Mittal. 2003. Handbook of Adhesive Technology, Second Edition, Revised and Expanded. Marcel Dekker, Inc., United States of America. Permata, W. 2016. Gelatin Dari Tulang Ikan Lele Clarias Batrachus Pembuatan dengan Metode Asam, Karakterisasi Dan Aplikasinya Sebagai Thickener Pada Industri Sirup. Jurnal Ilmiah Widya Teknik, 152 146-152. Purwadi, T. 1999. Pengkajian Mutu dan Tekno-Ekonomi Perekat dari Tulang Ikan. [Skripsi]. Program Studi Teknologi Pasca Panen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rohmah, Y. S. Darmanto, dan U. Amalia 2015. Karakteristik Lem Dari Tulang Ikan Dengan Habitat Yang Berbeda Payau, Tawar, dan Laut. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 4211-16. Saleh, M., Embun, S. Wijandi, dan N. Haq . 1995. Ekstraksi Lem Ikan dari Tulang Ikan Pari. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 1 2 28-38. Salim, A. 2010. Analisis Kimia Ammonia pada Ikan dan Analisis Kesegaran Ikan. Kementrian Pendidikan Nasional. Politeknik Negeri Jember, Jember. Sulistyanto, E. P., Y. S. Darmanto, dan U. Amalia. 2015. Karakteristik Lem Ikan Dari Tiga Jenis Ikan Laut Yang Berbeda. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 7123-31. Swastawati, F., Akhmad S. F., dan Putut H. R. 2007. Pemanfaatan Limbah Hasil Perikanan. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Widiyanto, A. 2011. Kualitas Papan Partikel Kayu Karet Hevea brasiliensis Muell. Arg dan Bambu Tali Gigantochloa apus Kurz dengan Perekat Likuida Kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 294301-311. Winarno, 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Xiao, H., W. Wang, and Chui. 2007. Evaluation of shear strength and percent wood failure criteria for qualifying new structural adhesives. Research Report. University of New Brunswick, Canada. 83p. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this aim of this study was to evaluate the effect of addition of 6% collagen extracted from various sources of fish bones on the quality of myofibril proteins of fish. For this purpose, fish bones were collected from 9 different fish species seawater catfish Arius thalasinus, threadfin bream Nemipterus nematophorus, stingrayfish Dasyatis sephen, big eye snapper Lutjanus lutjanus, catfish Clarias batrachus, shark Charcarius sp, eastern little tuna Euthynnus affinis, lizardfish Saurida tumbil and purple-spotted bigeye Priacanthus tayenus. Quality of myofibril was evaluated for its water sorption isotherm, Ca-ATPase activity, water holding capacity, gel strength, folding test and viscosity of protein, as well as proximate composition, phosphorus and calcium contents as supporting quality parameters. The result showed that the effect of collagen addition on the phosphorus and calcium contents in myofibril proteins varies according to fish sources species. The addition of collagen can also retard the decrease of Ca-ATPase activity, viscosity, gel strength, folding test and water holding capacity in myofibril proteins. High value of gel strength, water holding capacity and folding test shows a high quality of myofibril protein-based product, especially for collagen added from snapper collagen with the value of gr/cm, ± A, respectively and threadfin bream collagen with the value of gr/cm, ± A, respectively. The addition of fish bone collagens did not show significant difference in water sorption isotherm profile of myofibril protein, but all collagens has an effect on retarding the denaturation rate of myofibril protein. This research delivered a conclusion that collagen extracted from various source of fish bones have influences on food quality especially in altering the rate of protein SalehRatna Sari EmbunSoesarsono WijandiNurul HaqDalam pengolahan ikan pari asin, bagian yang dimanfaatkan hanya daging sayapsaja, sedangkan bagian lain yang terdiri dari isi perut, tulang punggung dan kepala yang mencapai sekitar 55%, terbuang sebagai limbah. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan ikan pari telah dilakukan penelitian pengolahan lem dari tulang ikan ini dengan penekanan khusus pada pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap rendemen den mutu lem yeng Nasional Indonesia Tentang Polivinil Asetat Emulsi untuk Perekat Pengerjaan Kayu. SNI 06-60491999Nasional Badan StandardisasiBadan Standardisasi Nasional. 1999. Standar Nasional Indonesia Tentang Polivinil Asetat Emulsi untuk Perekat Pengerjaan Kayu. SNI 06-60491999, Ph Dan Kecepatan Pengadukan Pada Ekstraksi Protein Dari Tulang Ayam Dengan Solvent Larutan NaOHL M BeatricxH U FadillaBeatricx, and Fadilla, 2011. Pengaruh Ph Dan Kecepatan Pengadukan Pada Ekstraksi Protein Dari Tulang Ayam Dengan Solvent Larutan NaOH. Technical Percobaan. PT Raja Grafindo PersajaK HanafiahHanafiah, K, A. 2005. Rancangan Percobaan. PT Raja Grafindo Persaja, Produksi Perikanan IndonesiaKementerian Kelautan Dan PerikananKementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Data Produksi Perikanan Kualitas Lem Berbahan Baku Tulang Ikan dari Tiga Jenis Ikan laut Yang BerbedaI T NugrohoY S DarmantoDan U AmaliaNugroho, Y. S. Darmanto, dan U. Amalia. 2015. Perbandingan Kualitas Lem Berbahan Baku Tulang Ikan dari Tiga Jenis Ikan laut Yang Berbeda. Jurnal Saintek Perikanan, 111 of Adhesive Technology, Second Edition, Revised and ExpandedC L PearsonA PizziPearson, C. L., A. Pizzi, and K. L. Mittal. 2003. Handbook of Adhesive Technology, Second Edition, Revised and Expanded. Marcel Dekker, Inc., United States of Dari Tulang Ikan Lele Clarias Batrachus Pembuatan dengan Metode Asam, Karakterisasi Dan Aplikasinya Sebagai Thickener Pada Industri SirupW PermataPermata, W. 2016. Gelatin Dari Tulang Ikan Lele Clarias Batrachus Pembuatan dengan Metode Asam, Karakterisasi Dan Aplikasinya Sebagai Thickener Pada Industri Sirup. Jurnal Ilmiah Widya Teknik, 152 Mutu dan Tekno-Ekonomi Perekat dari Tulang IkanT PurwadiPurwadi, T. 1999. Pengkajian Mutu dan Tekno-Ekonomi Perekat dari Tulang Ikan. [Skripsi].
Setelahdicuci bersih, tulang ikan dijemur matahari langsung. Satu hal yang perlu diperhatikan yaitu pisahkan bagian-bagian yang berpotensi untuk dijadikan produk kerajinan yang sesuai. Tulang ikan dapat pula diberi warna dengan menggunakan pewarna kuas atau semprot. Baca Juga
Selama ini tulang ikan biasa dipergunakan sebagai bahan pakan ternak. Tulang ikan dihaluskan menjadi tepung tulang. Sebagian besar orang membuang limbah tulang ikan ini karena tidak lagi bermanfaat. Jika masa panen ikan, orang tidak sempat lagi mengolah limbah tulang ikan. Limbah tulang ikan menjadi pemandangan yang mengganggu karena hanya dibuang begitu saja di sekitar lingkungan. Ternyata Limbah tulang ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar kerajinan yang cukup unik dan artistik. Produk kerajinan dari tulang ikan masih tergolong langka, sehingga sangat berpotensi dikembangkan lebih lanjut. Masyarakat yang tinggal di dekat perairan laut, pantai atau pasar ikan tidak akan menemui kesulitan dalam memperoleh limbah tulang ikan dan tidak perlu mengeluarkan banyak dana untuk mendapatkan bahan baku kerajinan ini. 1 Bahan pembuatan produk kerajinan dari limbah tulangikan Bahan baku pembuatan kerajinan limbah tulang ikan adalah tulang ikan dengan seluruh bagiannya. Selain itu, digunakan pula lem power dan semprotan pewarna. Bahan Pembuatan Limbah Tulang Ikan; a. tulang ikan b. lem c. cat semprot 2 Alat pembuatan kerajinan limbah tulang ikan Alat pembuatan kerajinan limbah tulang ikan mudah didapat di antaranya Amplas Gergaji besi Lem tembak Gerinda. 3 Produk kerajinan dari limbah tulang ikan Dengan berbekal keterampilan, kreativitas, dan alat-alat sederhana, produk kerajinan dari limbah tulang ikan ini dapat diolah menjadi berbagai bentuk seperti hiasan dinding/ruang, bunga, miniatur kendaraan, dan miniatur tokoh. 4 Proses pembuatan kerajinan dari limbah tulang ikan Proses pembuatan kerajinan dari tulang ikan tidak sesederhana yang dibayangkan. Untuk menghasilkan produk yang bagus diperlukan ketelitian dan kesabaran dalam membuatnya. Agar hasilnya dapat bervariasi dan unik, perlu dibuat rancangan terlebih dahulu sehingga hasilnya lebih rapi dan sesuai prinsip keindahan. Proses pembuatan kerajinan tulang ikan yang disajikan ini berupa kerajinan aksesoris. Langkah - Langkah Pembuatan 1. Pilihlah tulang rusuk ikan yang besar dan bagus. 2. Bilah menjadi kecil kecil mengikuti ruas. Tulang yang besar untuk liontin. 3. Susun dengan roncean di seutas tali kulit. 4. Ikat tali membentuk simpul pada ujung tali kanan dan kiri. 5. Kalung sudah jadi dan siap di pakai. Kerajinan Tangan Limbah Tulang Ikan - Mengolahan tulang ikan dapat dilakukan dengan cara sederhana. Setelah dicuci bersih, tulang ikan dijemur matahari langsung. Satu hal yang perlu diperhatikan yaitu pisahkan bagian-bagian yang berpotensi untuk dijadikan produk kerajinan yang sesuai. Tulang ikan dapat pula diberi warna dengan menggunakan pewarna kuas atau semprot.
21Tulang ikan dapat diberi warna dengan menggunakan . - 39532914 fakhirahnurul fakhirahnurul 13.03.2021 Seni Sekolah Menengah Pertama terjawab 21.Tulang ikan dapat diberi warna dengan menggunakan . a. cat minyak b. pewarna semprot c. cat akrilik d. cat tembok jangan asal jawab ya-!! 1
Pengolahantulang ikan dilakukan dengan sederhana. Setelah dicuci bersih, tulang ikan dijemur matahari langsung. Satu hal yang perlu diperhatikan yaitu pisahkan bagian-bagian yang berpotensi untuk dijadikan produk kerajinan yang sesuai. Tulang ikan dapat pula diberi warna dengan menggunakan pewarna semprot. D. Kerajinan Limbah Tempurung Kelapa
Pengolahantulang ikan dilakukan dengan sederhana. Setelah . dicuci bersih, tulang ikan dijemur matahari langsung. Satu hal yang . perlu diperhatikan yaitu pisahkan bagian-bagian yang berpotensi . untuk dijadikan produk kerajinan yang sesuai. Tulang ikan dapat . pula diberi warna dengan menggunakan pewarna semprot. 1) B
PDF| Yellow fin tuna (Thunnus albacares) is one type of high economic value fish. The tuna fillet processing itself produces some byproducts including | Find, read and cite all the research
. 239 338 391 169 290 117 319 424
tulang ikan dapat diberi warna dengan menggunakan